Minggu, 08 April 2012

Respon Nahdlatul Ulama’, Parti dan Al-Washliyah terhadap Sistem Pendidikan Kolonial Belanda


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kedatangan bangsa Belanda seperti juga bangsa Eropa lainnya ke Indonesia pada mulanya adalah untuk berdagang dan mencari rempah-rempah. Pada tahun 1595 dimulailah pelayaran pertama di bawah pimpinan Cornelis De Houtman yang mana armadanya tiba di Banten pada tahun 1596,  pelayaran pertama dilanjutkan dengan pelayaran selanjutnya dengan harapan keuntungan yang berlipat ganda.
Pada tahun 1598 mendaratlah kapal-kapal Belanda untuk kedua kalinya di Banten di bawah pimpinan Jakob Van Neck, hingga pada tahun berikutnya semakin banyak pedagang Belanda yang berdatangan ke Indonesia. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, didirikanlah perserikatan dagang Hindia Timur yang dikenal dengan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada tahun 1602.
Mula-mula VOC hanya menjalankan perdagangan. Akan tetapi, pada tahun-tahun selanjutnya VOC mulai menjalankan kekuasaan seperti negara yang mempunyai tentara dan uang sendiri, mengangkat Gubernur dan memaksa monopoli perdagangan rempah-rempah dan berusaha memperluas wilayah. Peter Both adalah Gubernur Jendral Belanda yang pertama di Indonesia.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa sajakah Sistem pendidikan yang di terapkan Kolonial Belanda di Indonesia ?
2.      Bagaimana Respon NU terhadap Sistem Pendidikan Kolonial Belanda ?
3.      Bagaimana Respon Parti terhadap Sistem Pendidikan Kolonial Belanda ?
4.      Bagaimana Respon Al-Washiliyah terhadap Sistem Pendidikan Kolonial Belanda ?





BAB II

PEMBAHASAN


A.    Sistem Pendidikan Kolonial Belanda

Pada mulanya kedatangan orang-orang Belanda ke Indonesia adalah untuk menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa Indonesia. Belanda tidak hanya memonopoli perdagangan dengan bangsa Indonesia, namun satu demi satu Belanda berhasil menundukkan penguasa-penguasa lokal, kemudian merampas daerah-daerah tersebut ke dalam kekuasaannya yang kemudian berlangsunglah sistem penjajahan.[1]
Pada zaman Belanda pendidikan sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang dibuat oleh bangsa Belanda sendiri yaitu semasa VOC. Adapun kebijakan-kebijakan Belanda tentang pendidikan dapat dikategorikan ke dalam 4 kelompok, diantaranya yaitu :
1.      Pendidikan diselenggarakan dengan tujuan untuk kemajuan dan kemampuan yang berkualitas bagi orang-orang Belanda.
2.      Pendidikan diselenggarakan dengan maksud menghasilkan tenaga-tenaga atau pekerja yang murah untuk untuk membantu kepentingan Belanda.
3.      Pendidikan didirikan untuk menanamkan misi Kristen dan mengkristenkan orang-orang pribumi.
4.      Pendidikan diselenggarakan dengan maksud untuk memlihara dan mempertahankan perbedaan sosial.[2]

Belanda membuka kesempatan pendidikan bagi rakyat pribumi, akan tetapi tujuannya tidak lain adalah membentuk kelas Elit dan menyiapkan tenaga terdidik sebagai buruh rendah/buruh kasar. Sedangkan terhadap pendidilan Islam, Belanda cenderung menghambat dan menghalangi karena dinilai sebagai salah satu factor yang akan  mengancam  kolonial Belanda.
Pada pertengahan abad 19 pemerintah Belanda mulai menyelenggarakan pendidikan model Barat yang diperuntukan bagi orang-orang Belanda dan sekelompok kecil orang Indonesia. Sistem pendidikan kolonial Belanda sangat berbeda dengan sistem pendidikan Islam tradisonal pada pegetahuan duniawi. Perbedaan sistem pendidikannya adalah metode yang diterapkan jauh lebih maju dari sistem pendidikan tradisonal.[3]
Program pendidikan pemerintah dikonsentrasikan di wilayah-wilayah, di mana terdapat penduduk yang mayoritas beragama Kristen. Seperti: Batak, Manado dan Kalimantan. Pesantren yang menjadi basis pendidikan agama masyarakat Muslim tidak mendapatkan perhatian sama sekali, bahkan cendrung dimusuhi. Pemerintah juga menerapakan prinsip konkordinasi, yaitu suatu prinsip yang memaksa sekolah berorientasi Barat dan menghalangi penyesuainnya dengan kondisi di Indonesia. Dengan demikian, setiap sekolah dipaksa menjadi agen kebudayaan Barat dan dijadikan sebagai alat untuk misionaris Kristen.[4]

B.     Respon NU terhadap Sistem Pendidikan Kolonial Belanda
Nahdlatul Ulama’ didirikan pada tanggal 31 Januari 1962 M yang bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1344 H di Surabaya oleh K. H. Hasyim Asy’ari. Nahdltul Ulama’ didirikan sebagai perluasan dari Komite Hijaz yang dibangun dengan dua maksud :
1.      Untuk mengimbangi Komite Khilafat yang secara berangsur-angsur jatuh ke tangan golongan pembaharu.
2.      Untuk berseru kepada Ibnu Sa’ud sebagai penguasa baru tanah Arab, agar kebiasaan beragama secara tradisi dapat diteruskan.[5]

Pada mulanya organisasi ini tidak mempunyai rencana yang jelas kecuali yang bersangkutan dengan masalah pergantian kekuasaan di Hijaz, sampai  akhirnya pada tahun 1927 baru tujuan organisasi dirumuskan. Adapun organisasi NU ini bertujuan memperkuat ikatan salah satu dari empat mazhab serta untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk anggota sesuai dengan Islam.[6]
Adapun respon Nahdlatul Ulama’ terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda yaitu Nahdlatul Ulama’ memberikan perhatian yang besar bagi pendidikan, khususnya pendidikan tradisonal yang harus dipertahankan keberadaannya. Pada awal berdirinya, NU tidak tidak membicarakan secara tegas tentang pembaharuan pendidikan, akan tetapi lambat laun akahirnya NU terjun dalam kegiatan pembaharuan pendidikan. Meski terbatas di lingkungan perkotaan, NU mendirikan madarsah-madrasah dengan model Barat.
Pada akhir tahun 1959 Komisi Perguruan NU mengeluarkan reglement tentang susunan madrasah-madrasah NU, yang mana diantara adalah :
a.       Madrasah Awaliyah, lama belajar 2 tahun.
b.      Madrasah Ibtidaiyah, lama belajar 3 tahun.
c.       Madrasah Tsanawiyah, lama belajar 3 tahun.
d.      Madrasah Mu’alimin Wusta, lama belajar 2 tahun.
e.       MadrasahMu’alimin ‘Ulya, lama belajar 3 tahun.[7]

Di bidang pendidikan dan pengajaran formal, Nahdlatul Ulama’ membentuk satu bagian khusus yang mengelola kegiatan bidang ini dengan nama Al-Ma’arif yang bertugas untuk membuat perundingan dan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan/sekolah yang berada dibawah naungan NU.dalam salah satu keputusan dari suatu Konferensi Besar Al-Ma’arif NU seluruh Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-26 Februari 1954, ditetapkan susunan madrasah/sekolah NU diantaranya yaitu :
1.      Raudhatul Atfal (Taman Kanak-Kanak) lamanya 3 tahun.
2.      SR (Sekolah Rendah)/SD – lamanya 6 tahun.
3.      SMP NU lamanya 3 tahun.
4.      SMA NU lamanya 3 tahun.
5.      SGB NU lamanya 4 tahun.
6.      SGA NU (SPG- sekarang) lamanya 3 tahun.
7.      MMP NU (Madrasah Menengah Pertama) lamanya 3 tahun.
8.      MMA NU (Madrasah Menengah Atas) lamanya 3 tahun.[8]



C.    Respon Parti terhadap Sistem Pendidikan Kolonial Belanda
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PARTI) didirikan pada tanggal 5 Mei 1928 di Candung, Bukittinggi (Sumatra Tengah) oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuli. Dalam konferensi Persatuan Tarbiyah Islamiyah ke-I yang diselenggarakan pada tanggal 20 Mei 1930 diputuskan, bahwasannya perkumpulan inu berdasarkan Islam menurut madzhab Ahli Sunnah wal Jama’ah dalam I’tiqad dan menurut madzhab Imam Syafi’I dalam syari’at dan Ibadah.
Adapun tujuan Tarbiyah Islamiyah antara lain yaitu :
1.      Mengembangkan pendidikan dan pengajaran Islam ditengah-tengah masyarakat dengan memperhebat penyiaran agama, baik dengan lisan (tabligh) atau dengan tulisan (menerbitkan buku-buku, majalah dll).
2.      Memajukan amal-amal social ibadah dengan membangun langgar-langgar, musholla dan masjid.
3.      Mendirikan madrasah-madrasah mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi.[9]

Adapun respon Parti terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda ini adalah bahwasannya Parti sangat perduli dengan pendidikan, untuk memajukan pendidikan dan pengajaran Islam, Parti membangun Surau-surau dan sekolah-sekolah agama (Madrasah-madrasah Tarbiyah Islamiyah). Madrasah-madrasah Tarbiyah Islamiyah tersebar di seluruh daerah Minangkabau, bahkan sekarang telah tersebar diluar Minangkabau.

D.    Respon Al-Washiliyah terhadap Sistem Pendidikan Kolonial Belanda
Al-Washliyah didirikan di Medan pada tanggal 30 November 1930 yang bertepatan dengan tanggal 9 Rajab 1249 H oleh guru dan pelajar-pelajar Maktab Islamiyah Tapanuli. Maktab Islamiyah Tapanuli adalah sebuah madrasah yang didirikan di Medan pada tanggal 19 Mei 1918 oleh masyarakat Tapanuli yang mana Maktab Islamiyah Tapanuli ini merupakan madrasah tertua di Medan. Al-Washiliyah adalah sebuah organisasi yang berasaskan Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan social dan keagamaan.[10]
Adapun respon Al-Washiliyah terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda dalam upaya memajukan pendidikan, Al-Washiliyah bersikap terbuka dari mengambil pengalaman dalam mengelola pendidikan . Dengan prinsip keterbukaannya, Al-Washiliyah membuat kemajuan di bidang pendidikan. Pada tahun 1934 Al-Washiliyah mengirim tiga orang pengurusnya yaitu : M. Arsyad Thalib Lubis, Udin Syamsuddin dan Nukman Sulaeman untuk mengadakan studi banding ke sekolah Adabiyah, Noormal School dan Diniyah di Sumatra Barat dalam rangka reformasi pengelolaan pendidikan Al-Washiliyah sendiri. Diantara langkah yang diambil setelah konferensi tersebut adalah  : pendirian sekolah-sekolah umum berbasis agama, pengajaran bahasa Belanda, penataan kalender pengajaran, pembentukan lembaga Inspektur dan pengawas pendidikan.[11]
Pada tahun 1938, Al-Washiliyah sudah mengelola madrasah tingkat Aliyah (Qismul Ali) dan juga madrasah pendidikan guru. Di sektor pendidikan umum, dibuka pula HIS berbahasa Belanda di Persoa dan Medan dengan menambahkan pelajaran agama Islam pada kurikulumnya.
Adapun tingkatan madrasah-madrasah Al-Washliyah, lama belajar dan Presentase kurikulumnya adalah sebagai berikut :
1.   Tingkatan Tajhiziyah dengan lama belajar 2 tahun, diperuntukan bagi anak-anak yang belum pandai membaca dan menulis Al-Qur’an. Materi pelajarannya adalah membaca dan menulis Al-Qur’an, serta ibadah sembahyang dan praktik ibadah lainnya.
2.      Tingkatan Ibtidaiyyah yang merupakan lanjutan dari Tajhiziyyah dengan lama belajar 4 tahun bagi pagi 6 tahun bagi sore. Materi pelajarannya berkisar 70% ilmu agama dan 30% ilmu umum. Di antara kitab-kitab yang di gunakan antara lain Durusul Lughah al Arabiyah (Mahmud Yunus), Al-Ajrumiyah, Matan Bina, Hidayatul Mustafid, dan lain-lain.
3.      Tingkatan Tsanawiyah dengan lama belajar 3 tahun. Materi pelajarannya berkisar 70% ilmu agama dan 30% ilmu umum. Di antara kitab-kitab yang di gunakan antara lain Tafsir Jalalain, Al-Luma’, Jawahirul Balaghah, Ilmu Mantiq, dan lain-lain.
4.      Tingkatan Qismul’Ali dengan lama masa belajar 3 tahun. Materi pelajarannya berkisar 70% ilmu agama dan 30% ilmu umum. Di antara kitab-kitab yang di gunakan antara lain Tafsir Baidhawi, al-Mahalli, Jam’ul Jawami’, Asybah wan Nazair, dan lain-lain.
5.      Tingkatan Takhassus dengan lama masa belajar 2 tahun.Materi pelajarannya adalah khusus memperdalam ilmu agama dan keahlian tertentu.
6.      Di beberapa tempat didirikan Sekolah Guru Islam ( SGI ) untuk mempersiapkan guru-guru yang cakap mengajar pada tingkatan Ibtidaiyyah dan sekolah-sekolah S.R umum.[12]

Selain mendirikan madrasah, Al-Washliyah juga mendirikan sekolah umum antara lain :

1.      Sekolah Rakyat ( SR ) Al-Washliyah dengan lama belajar 6 tahun. Materi pelajarannya 70% ilmu umum dan 30% ilmu agama. Pelajaran umumnya setingkat dengan SR Negeri.
2.      SMP Al-Washliyah dengan lama belajar 3 tahun. Materi pembelajarannya 70% ilmu umum dan 30% ilmu agama. Pelajaran umumnya setingkat dengan SMP Negeri.
3.      SMA Al-Washliyah dengan lama belajar 3 tahun. Materi pembelajarannya 70% ilmu umum dan 30% ilmu agama. Pelajaran umumnya setingkat dengan SMA Negeri.[13]

Kemudian pada tahun 1958, Al-Washliyah telah mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam di Medan dan dai Jakarta.



[1] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), h. 149
[2] Suwito, Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara, (Bandung: PT. Angkasa, 2005), h. 161
[3] Karel A. Steenbrink, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, 1986), h.24
[4] Suwito, Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara…, h. 164
[5] Zuhairini, Sejarah Pandidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 178
[6] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam…, h. 170
[7] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1992), h. 241
[8] Zuhairini, Sejarah Pandidikan Islam…, h. 184
[9] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan di Indonesia…, h. 97
[10] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996), h.124
[11] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 335
[12] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 336-337
[13] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 337

Tidak ada komentar:

Posting Komentar