GANGGUAN MORAL
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral
juga merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dimana
saja, baik dalam masyarakat yang telah maju, maupun dalam masyarakat yang masih
terbelakang. Karena kerusakan moral seseorang mengganggu ketentraman yang lain.
Jika dalam suatu masyarakat banyak orang yang rusak moralnya, maka akan
goncahlah keadaan masyarakat itu.
Gangguan moral menjadi salah satu bahan kajian dalam ilmu
Kesehatan Mental yang mana Gangguan moral
merupakan kondisi individu yang hidupnya delinquent (nakal, jahat), selalu
melakukan kejahatan dan bertingkah laku anti sosial tanpa adanya penyimpangan
atau gangguan organis pada fungsi inteleknya, namun inteleknya tidak berfungsi,
sehingga terjadi kebekuan moral yang kronis. Seseorang yang mengalami gangguan
moral bisa disebabkan dari berbagai macam faktor. Adapun diantaranya yaitu
kurang tertanamnya jiwa beragama pada seseorang dan masyarakat, keadaan ekonomi
yang kurang stabil.
Gangguan moral itu mempunyai dua
kategori yakni gangguan moral kategori kriminal, seperti: pencurian, perjudian,
korupsi, permusuhan dan sebagainya. Sedangkan gangguan moral kategori non
kriminal diantaranya yaitu ketidak sesuaian tingkah laku seseorang dengan
aturan yang belaku dalam masyarakat, seperti: cara berbicara, berbusana,
berperilaku dan lain-lain.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan gangguan moral ?
2.
Apa
saja ciri-ciri gangguan moral ?
3.
Apa
saja gangguan moral kategori kriminal ?
4.
Apa
saja gangguan moral kategori non kriminal ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Gangguan Moral
Gangguan
moral adalah kondisi individu yang hidupnya delinquent (nakal, jahat), selalu
melakukan kejahatan dan bertingkah laku anti sosial tanpa adanya penyimpangan
atau gangguan organis pada fungsi inteleknya, namun inteleknya tidak berfungsi,
sehingga terjadi kebekuan moral yang kronis.[1]
Seseorang
yang moralnya terganggu cenderung psikotis dan mengalami regresi, dengan
penyimpangan-penyimpangan relasi kemanusiaan. Biasanya sikap seseorang yang
moralnya terganggu itu dingin, tanpa afeksi, emosinya steril terhadap sesama
manusia, munafik, jahat, tidak menghargai orang lain. Bukan hanya sikapnya
melainkan tingkah lakunya selalu salah dan jahat, sering melakukan kekerasan,
kejahatan, penyerangan, selalu melanggar hukum, norma dan standar sosial.
Adapun
kelemahan daripada seseorang yang defekt moral yakni ketidak mampuannya untuk
mengenali, memahami, mengendalikan dan melakukan regulasi terhadap emosi-emosi,
implus-implus dan tingkah lakunya. Pembentukan egonya sangat lemah, sehingga
dorongan-dorongan instinktif yang meledak-meledak tidak dapat dikendalikan.
B.
Ciri-ciri Gangguan Moral
1.
Ada
gangguan pada perkembangan mentalnya. Bukan karena defek intelegensinya, akan
tetapi hal tersebut disebabkan oleh disfungsi dari intelegensinya ( tidak
berfungsinya intelegensi).
2.
Ada
kelemahan pada dorongan-dorongan instinktif yang primer; sehingga mengakibatkan
pembentukan ego yang lemah, kemiskinan pada kehidupan yang afektif, tanpa
self-respect, dan ada relasi yang amat longgar dengan sesama manusia.
3.
Pembentukan
super-egonya lemah sekali, sehingga impuls-impulsnya tetap ada dalam tingkat
yang sangat primitif. Impulsnya tidak bisa dikontrol dan dikendalikan. Mereka
merasa cepat puas. Sering disertai emosi-emosi kemarahan yang meledak-ledak dan
sikap bermusuhan.[2]
Ciri-ciri tingkah laku anak-anak dan
orang-orang dewasa yang yang defek moralnya antara lain:
a.
Secara
fisik dan organik mereka itu biasanya normal, tidak ada bedanya dengan tipe
orang normal. Ada yang pandai, briliant dan pintar berbicra, serta cerdik
sekali dan menarik hati. Tapi pada umummnya sifatnya “semau gue”, keras kepala
dan grillig (sering berubah-ubah), serta munafik.
b.
Sangat
selfish dan egosentris, tidak memperdulikan hak dan peranan orang lain.
Perangainya amat kasar.
c.
Tidak
mengenal afeksi, tidak tahu rasa terimakasih, tidak tahu malu;
tidak pernah mengaku bersalah atau berdosa.
d.
Tidak
punya kesadaran untuk rasa bertanggung jawab.
e.
Mereka
itu cepat berubah-ubah, sombong; dan overestimasi pada diri sendiri; tapi pada
hakekatnya tidak tahu akan harga dirinya.
f.
Tidak
bisa belajar dari pengalaman-pengalamannya, terutama dari perbuatan-perbuatan
kebaikan.
g.
Tidak
toleran sama sekali dan suka menentang disiplin, peraturan dan autoritas.
h.
Memreka
itu pada umumnya menjadi penyimpang-penyimpang dan penjahaty-penjahat yang
permanen, dan tidak bisa dibetulkan.
i.
Pada
masa kanak-kanaknya, biasanya sifatnya sangat eksplosif. Emosi dan impulsnya
tidak bisa dikendalikan. Mereka tidak pernah atau tidak bisa bertanggung jawab;
karenanya ereka tidak bisa dipercaya. Tidak bisa diatur dan keras kepala
sekali.
j.
Sejak
usia muda sudah belajar mencuri dan melakukan macam-macam kejahatan. Bahasanya
kotor-kotro dan memuakkan; sedang tingkah lakunya kasar dan ceroboh. Sejak
kecil mereka suka menyiksa dan menyakiti binatang0-binatang serta teman-teman
sebayanya.[3]
C.
Macam-macam Gangguan Moral
1.
Gangguan
Moral Kategori Kriminal
Tindakan kriminal adalah tindakan kejahatan
yang merugikan dan membahayakan orang lain serta melanggar hukum-hukum yang
telah diatur dalam KUHP. Sedangkan kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang
memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan KUHP.
Seorang ahli Sosiologi-Kriminologi Perancis
Lacasagne dalam mengemukakan teorinya tentang sebab musabab kejahatan
menyebutkan perumpamaan kejahatan yakni dalam suatu proses terjadinya
kejahatan, masyarakat dapat diumpamakan sebagai badan atau tubuh manusia
sedangkan penjahat-penjahat merupakan bakteri-bakteri atau kuman-kumannya.[4]
Adapun Gangguan Moral Kategori Kriminal diantaranya adalah :
a.
Pembunuhan
Pembunuhan adalah suatu tindakan
untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi
oleh bermacam-macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya.
b.
Perjudian
Perjudian
adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu
yang dianggap bernilai, dengan adanya resiko dan harapan-harapn tertentu pada
peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang
tidak/belum pasti hasilnya.[5]
c.
Korupsi
Secara harfiah korupsi adalah perilaku pejabat
publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya
diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalah gunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.
Korupsi juga
merupakan tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan Negara. Korupsi dapat berupa : kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral,
kebejatan dan ketidak jujuran. Berarti jika kita melihat secara istilah korupsi
diartikan gejala yang menyebabkan terjadinya penyuapan, pemalsuan, serta
ketidak beresan lainnya.[6]
Jadi, korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus
dari kekuasaan demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber
kekayaan Negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal
(misalnya dengan alasan hukum dan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Adapun faktor-faktor eksternal atau sosial yang
menstimulir munculnya banyak kejahatan antara lain adalah :
· Saat-saat penuh
perubahan transformasi sosial dan ekonomi seperti banyaknya pengangguran.
· Pemerintah yang
lemah dan korupsi.
· Konflik-konflik
kebudayaan.
· Mobilitas
vertical yang terhambat.
· Kebudayaan judi
(gambling culture) yang serba kompleks, disebabkan oleh ketidak percayaan
rakyat kecil terhadap kebujakan pemerintah.
· Pengembangan sikap-sikap
moral yang keliru pada zaman modern sekarang ini.[7]
Dalam pembahasan kriminal dan dalam pertimbangan mengenai faktor mana yang
memegang peranan, utamanya di antara faktor keturunan atau faktor lingkungan. Menurut kriminolog, kriminalitas manusia
normal adalah
biasanya berasal faktor keturunan maupun
dari faktor lingkungan, dimana kadang-kadang faktor keturunan dan kadang-kadang
pula faktor lingkungan memegang peranan utama dan di mana kedua faktor itu juga
dapat saling mempengaruhi.[8]
2.
Gangguan
Moral Kategori Non Kriminal
Macam-macam gangguan moral yang berupa non kriminal adalah sebagai berikut:
a.
Berbicara
Berbicara
adalah mengeluarkan, menyusun kata-kata secara teratur
melalui lisan sehingga dapat dimengerti oleh lawan bicaranya. Adapun faktor utama dalam berbicara adalah bahasa, karena bahasa itu dapat
mempengaruhi etika dan aturan bicara.
melalui lisan sehingga dapat dimengerti oleh lawan bicaranya. Adapun faktor utama dalam berbicara adalah bahasa, karena bahasa itu dapat
mempengaruhi etika dan aturan bicara.
Berbicara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku juga
merupakan gangguan moral kategori non criminal.
b.
Berbusana
Akhlak dan moral generasi penerus (generus) Islam dirusak secara
sistematis. Mulai dari makanan hingga mode pakaian digunakan untuk merusak
akhlak generus Islam tersebut. Terutama dalam berbusana,
yang banyak menjadi sorotan disini lebih pada wanita. Para wanita lebih mengedepankan penampilan berbusana untuk keindahan dan kecantikan
dirinya, dan tidak banyak yang memperhatikan
norma agama dan masyarakat disekitarnya dalam berbusana tersebut karena
model-model busana dan style dinegara kita khususnya, sudah banyak tercampur
dari luar negeri.
Arus globalisasi begitu
cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi
terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah
membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa
Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan
sehari-hari anak muda sekarang.
c.
Berperilaku
Perilaku menyimpang yang
juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang
kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian
daripada makhluk sosial.[9]
[1] Kartini
Kartono, Gangguan-Gangguan Psikhis, (Bandung: Sinar Baru, 1981), h. 167.
[2] Kartini
Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: PT.
Mandar Maju, 2009), h. 177.
[3] Kartini
Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual…, h. 180.
[4] Soedjono, Pathologi
Sosial, (Bandung: Alumni, 1974), h. 190.
[5] Kartono, Kartini. Patologi Sosial 1,(Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 50.
[7] Kartini
Kartono, Patologi Sosial 1…, h. 159.
[9] Yayan
Husnayani, “Gangguan-Gaangguan Moral”, diakses pada selasa, 18 September 2012
dari http://yayan-husnayani.blogspot.com/